Gelombang PHK terjadi di hampir semua negara.
Meta-nya Mark Zuckeberg misalnya. Belum lama ini mengambil keputusan besar mem-PHK 11.000 karyawannya yang tersebar di seluruh dunia.
Sementara di Indonesia, PHK besar-besaran terjadi dalam tiga tahun belakangan.
Tahun 2019, “hanya” ada 18 ribuan kasus PHK. Tapi kemudian, pandemi membuat angka PHK meledak menjadi 386 ribuan kasus di 2020.
Tahun lalu, kondisinya lebih baik. Di mana, “hanya” ada 127 ribuan kasus PHK yang terjadi.
Tahun ini?
Hingga September, ada 10 ribuan kasus PHK.
Tapi kondisinya tidak bisa dibilang baik.
Banyak sektor yang ketar-ketir. Misalnya industri yang selama ini bergantung pada ekspor. Seiring memburuknya kondisi sejumlah negara tujuan ekspor, industri di tanah air juga kena imbasnya.
Di tengah ancaman PHK massal, muncul usulan dari pengusaha.
Yakni usulan “No Work No Pay”
“Gak kerja, gak bayaran” gitu kira-kira yak.
Konsep itu memungkinkan perusahaan bisa menerapkan jam kerja secara fleksibel. Tak harus 40 jam seminggu seperti ketentuan Undang-Undang.
Jam kerja bisa dimaksimalkan ketika “orderan” untuk perusahaan meningkat atau dalam kondisi normal. Tapi bila terjadi penurunan, maka jam kerja karyawan juga dipangkas.
Di mana pemangkasan jam kerja itu berarti “pemangkasan upah”.
Sebuah solusi?
Atau cuman akal-akalan pengusaha?
Connect with us