Boleh Kritik, Asal..


Boleh Kritik Pemerintah
Ilustrasi kritik terhadap pemerintah.

POLIKLITIK.COM – Setiap rezim, siapapun pemimpinnya, tak bisa lepas dari kritik. Tapi setiap pemimpin, punya respons yang berbeda terhadap kritikan.

Dimulai dari Soekarno. Dalam bukunya, Di Bawah Bendera Revolusi (1964) Bung Karno menyebut bahwa ‘Rakyat yang tidak merdeka adlaah rakyat yang sungguh-sungguhnya tidak merdeka’

“Mau ini tidak leluasa, mau itu tidak leluasa,” tulis Bung Karno. Ketidakleluasan itu menyangkut seberapa jauh rakyat bisa melontarkan kritik.

Karena itulah, dalam pemikiran Bung Karno, rakyat jangan sampai dikekang kebebasannya berpendapat. Apalagi, kebebasan berpendapat merupakan bentuk partisipasi yang dijamin oleh konstitusi UUD 1945.

Lalu, bagaimana dengan Soeharto?

Soeharto, sejatinya membolehkan kritik. Namun, ada syarat ketentuan yang terkesan bias.

“Boleh mengkritik, tapi harus sopan dan sesuai dengan kebudayaan dan jati diri bangsa,”

Sopan? jati diri?

“Kalau sanggup mengkritik, harus sanggup menunjukkan mana yang baik,” ujar Soeharto.

Karena itu, sejarah mencatat bahwa pada rezim Soeharto inilah kritik dibungkam habis. Bahkan, banyak orang yang dibui gara-gara kritikannya.

Setelah tiga dekade dikekang, kebebasan berpendapat mendapatkan jalannya setelah Soeharto lengser. Apalagi, ketika Presiden Gus Dur membubarkan Departemen Penerangan, sebuah departemen yang menjadi momok bagi para kritikus-kritikus sosial.

Gus Dur menjadi presiden yang sangat tidak alergi kritik. Apalagi, sebelum menjabat sebagai presiden, Gus Dur dikenal lewat kiprahnya yag kerap mengkritik pemerintah.

Sejak masa Gus Dur itulah, masyarakat bebas mengeluarkan pendapatnya. Tanpa perlu takut bakal dibui seperti eranya Soeharo.

Kebebasan berpendapat pun makin mendapatkan ruang yang lebih luas di era sosial media. Kalau dulu, media kritik sebatas koran-majalah, atau aksi demonstrasi, sekarang kritikan bisa disampaikan lewat media-media yang bisa menembus ranah privat.

Namun belakangan, kebebasan berpendapat ini seolah diuji. Lantaran muncul oknum-oknum yang ‘alergi’ terhadap kritikan.

Oknum lho ya..

 

 

Boleh Kritik, Asal..

log in

Captcha!

reset password

Back to
log in