Puluhan orangtua mahasiswa penerima beasiswa otonomi khusus (otsus) Papua berdemo di Kantor Gubernur Papua, Kamis (15/6). Mereka mempertanyakan “macetnya” dana beasiswa selama beberapa bulan ini.
Akibatnya, para mahasiswa yang saat ini berkuliah di luar negeri, kebanyakan di Jerman, terancam drop out karena tidak dapat membayar uang kuliah. Bahkan, beberapa mahasiswa terpaksa “menggelandang” karena tidak mampu membayar uang sewa asrama yang nilainya sekitar Rp 8 juta per bulan.
Kisruh beasiswa otsus ini berawal dari keputusan Pemerintah Provinsi yang mengalihkan tanggungjawab kepada pemerintah kota/Kabupaten pada 2022. Tapi ternyata pemkot/Pemkabnya tidak siap dengan pengalihan itu. Selain itu, ada kekacauan dalam hal pendataan.
Sesuai data Pemprov Papua, ada 3.171 mahasiswa penerima beasiswa. Tapi ternyata ada mahasiswa yang telah selesai kuliah namun masih tercantum sebagai penerima beasiswa. Ada pula mahasiswa yang harusnya berhak mendapatkan beasiswa, tapi tidak masuk dalam data Pemprov.
Kayaknya ini lagu lama sih.. Soal data yang kacau, kordinasi antar pemerintah yang semrawut, dll.
Apakah ada permainan-permainan oknum?
Connect with us