Presiden Joko Widodo (Jokowi) baru-baru ini mengirim pesan kepada Menteri Pertahanan Prabowo Subianto sebagai presiden terpilih, agar melanjutkan program bantuan sosial (bansos) beras. Jokowi tampaknya ingin memastikan bahwa beras tetap mengalir deras ke masyarakat. Namun, di tengah pesan tersebut, warga justru mengeluhkan harga beras yang semakin tinggi. Ironis, bukan? Sebuah bansos beras yang harus terus disubsidi agar masyarakat tetap bisa makan, tapi kenapa harga berasnya sendiri tak kunjung turun?
Pesan Jokowi ini tampak seperti upaya melempar ‘bola panas’ kepada Prabowo. Mengingat Prabowo kemungkinan besar akan menghadapi masalah yang sama. Ini bisa dibilang Jokowi sedang “titip PR” kepada penerusnya. Di satu sisi, seolah Jokowi ingin menunjukkan kepeduliannya terhadap rakyat, namun di sisi lain, ia sedang menyiratkan bahwa kebijakan pemerintah sebelumnya soal stabilisasi harga pangan belum juga berhasil. Masyarakat tentu bingung: harus bersyukur atas bansos atau khawatir dengan harga beras yang tak terkendali?
Pemerintah mengklaim bahwa program bansos beras akan membantu masyarakat miskin menghadapi naiknya harga pangan. Namun, di balik semua itu, bukankah kenaikan harga beras justru mencerminkan kegagalan pemerintah dalam mengendalikan inflasi dan stabilitas pangan? Jika program bansos begitu dibanggakan, lantas apa yang salah dengan sistem distribusi dan produksi pangan kita? Harga beras yang terus naik ini lebih terasa seperti penanda kegagalan kebijakan daripada bukti keberhasilan program bansos.
Dengan nada kritis, masyarakat bertanya-tanya: sampai kapan kita akan bergantung pada program bansos untuk kebutuhan pangan pokok? Apakah pemerintah sedang mengabaikan akar masalahnya dan memilih cara instan dengan bagi-bagi bansos? Mungkin, ini adalah cara paling mudah untuk meredam kritik, tapi tentu saja bukan solusi jangka panjang. Jika harga beras terus naik, berapa banyak lagi anggaran yang harus disiapkan untuk bansos? Dan lebih penting lagi, apakah bansos itu benar-benar solusi atau hanya perban sementara untuk luka yang semakin menganga?
Jadi, pesan Jokowi kepada Prabowo bukan sekadar titipan bansos, melainkan ‘titipan masalah’ yang lebih besar: harga beras yang terus meroket dan ketidakpastian akan masa depan pangan nasional. Kritik tajam patut diarahkan kepada kebijakan yang terlalu fokus pada bantuan langsung dan bukannya menyelesaikan persoalan mendasar. Sementara para politisi melemparkan ‘bola panas’ satu sama lain, rakyat masih saja terhimpit oleh harga beras yang semakin tak terjangkau.
Connect with us